![]() |
Suara PPMI, Kairo- pada Selasa (22/8) kemarin, Persatuan
Pelajar Indonesia (PPI) wilayah Hadhramaut, Yaman, yang digawangi oleh Departemen
Pendidikan dan Dakwah serta bekerjasama dengan Ikatan Pelajar Indonesia (IKAPI)
di Al-Aydrus, Institute for Quran and Recitation, menggelar diskusi santai bertemakan
: “Menyikapi Fenomena Islam Radikal Dewasa Ini”, dengan menelaah dan membedah buku
milik Syeikh Usamah Sayyid Al-Azhari yang berjudul “al-Haqqul al-Mubin fii
rodd ‘ala man talaa’aba Biddiin”.
Narasumber dalam acara ini adalah Abdul Muhith, Lc., Ketua
PPI Yaman tahun 2015-2016, dan ditemani oleh Muhammad Ziyadi, selaku moderator.
Dalam wawancaranya, Muhith mengatakan bahwa agenda ini dilatarbelakangi oleh maraknyanya
isu radikalisme yang masih menjadi pusat sorotan ulama diberbagai belahan dunia
pada akhir dekade ini. Polemik ini tak kunjung reda, bahkan tak terlihat adanya
tanda-tanda akan surutnya gerakan ini. Sehingga acapkali diperbincangkan
diberbagai diskursus. Baik dalam kitab, tabloid, seminar, bedah buku, ataupun
siaran televisi.
“Walaupun demikian, kita sebagai kaum pelajar tidak boleh
putus asa untuk terus memberikan tabayun, pemahaman, dan klarifikasi ; dari
mana faham radikal ini mulai bermuara, dan bagaimana cara membantah serta
mengatasinya”, ujar Abdul Muhith di Masjid bin Saad, tempat terselenggaranya acara tersebut.
Demisioner Sekjen PPI Yaman tersebut menyatakan bahwa
pemilihan buku Syekh Usamah ini bukanlah karena adanya sifat fanatisme. Kitab
Al-Haq Al-Mubin sangat representatif sebagai salah satu rujukan yang patut
dipertimbangkan, pasalnya tujuan penulisan buku ini merupakan bentuk tanggung
jawab Al-Azhar—yang mana sudah lebih dari ribuan tahun menjadi pusat menara
khazanah dan keilmuan Islam yang menyebar ke berbagai penjuru dunia.
![]() |
Doc : Pemaparan Abdul Muhith, Ketua PPI Yaman 2015-2016, sebagai narasumber |
“Kalau kita telaah seksama, buku ini sangat detail memaparkan
akar muara faham radikal muncul, kemudian konsep kaum radikal dan cara membantahnya.
Syekh Usamah juga memberikan perbandingan dari berbagai perspektif dan pendapat
ulama. Paradigma yang ada ditulis sesuai porsi dan inti pembahasan. Sangat simpel.
Tidak hanya itu, metodologi buku ini menggunakan uslub dan diksi kata yang
sangat intelektualitas”, jelas Muhith.
Kendati demikian, Isu radikalisme sudah merambah
keberbagai lini, bahkan terorganisir dengan baik. Bukan hanya itu, faham ini
juga sudah masuk diranah politik. Mustsyar PCINU Yaman tahun 2017-2018 tersebut
mengatakan bahwa terkontaminasinya faham ini membuat kekacauan luar biasa dalam
lini yang bukan hanya islam, bahkan seluruh ummat manusia. Seperti pemaknaan
jihad dari kaum radikal yang sangat sempit, terbatas dipeperangan, ini
merupakan distorsi yang seharusnya kita lakukan pembenaran.
“Lalu, dari mana kita harus mulai?, iya dari diskusi
kecil seperti ini. Kita sebagai kaum terpelajar harus tahu porsi dalam
mengatasi polemik radikalisme, baik aksi nyata atupun tidak. Kita perkuat
khazanah keilmuan kita, perkuat piranti dan pemahaman keilmuan untuk mengatasi
isu-isu internasional baik radikalisme ataupun yang lain. Bukan hanya koar-koar
media sosial, namun kita barengi dengan memperdalam ilmu agama lebih dalam”,
jelas Muhith.
Diakhir, Abdul Muhith mengatakan bahwa Negri Yaman dan
Mesir mempunyai kedekatan emosianal secara faham, madzhab dan akidah. Keduanya sama-sama
Syafi’i, Sunni, dan Asyari Maturidi secara umum. Kita akan sering jumpai ulama
Yaman dan Mesir bertemu dan berkumpul dalam membahas masalah tertentu. Habib Umar
bin Hafidz dengan Dr. Ali Jumuah, Dr. Usamah Al-Azhari dengan Habib Ali Jufri
dan masih banyak lagi.
“Bedah buku ini menjadi media tukar pemikiran dari para
teman-teman mahasiswa di Yaman, saya pribadi pun banyak mengambil manfaatnya. Terlebih saya bisa menelaah secara dalam kitab karya ulama Al-Azhar. Harapan saya, acara bedah
buku ini dapat terus berlanjut dan akan mengerucutkan polemik serta
meminimalisirnya.”, Tutup Muhith
Rep/Red : Bana Fatahillah
0 Comments