Setelah
genap berjalan satu bulan sejak dimulainya awal Agustus 2019 dengan pembagian
sejumlah peserta terdaftar menjadi 16 kelompok, Daurah Intensif Ilmu Alat
Mubtadi dengan Kitab Tuhfah Saniyyah dengan rahmat Allah tetap konsisten
berjalan dengan lancar dengan tempat masing-masing dan jadwalnya dua kali perminggu.
Menko I sebagai penyelenggara mengadakan kumpul evaluasi bersama para pengajar
bertempat di Nile Resto Hay Sabi’, Selasa 1 September 2019.
Hadir
pada kumpul evaluasi ini Afri Mu’azzhom, Lc. (Eks Ketua Senat FDI), Ahmad
Ghazali, lc. (Eks Ketua Senat FBA), Fakhrurrozi, Lc. (Alumni Fakultas Lughah),
Haedir (Pengajar di KKS), Ihsan (Alumni Madrasah Mirats Habib), Hamidatul
Hasanah, Asya Nabila, dan Silma Diana. Di samping sejumlah pengajar yang tidak
dapat berparsitipasi karena berhalangan, yaitu Noval (Pembesar Kawakib Fusha),
Aria Mohammad Okto (Anggota Pengajar Syatibi), Saeful Bahri (Alumni Rumah
Syariah), Abdullatif (Pengurus Kawakib Fusha), Amirul Mukminin (Pegiat Ilmu
Nahwu Muda), Hilya (Kawakib Fusha) dan Hilma.
Para
mentor yang diberikan amanah untuk menukangi daurah tertarget ini dipilih dari
para masisir muda high quality, SDM terbaik dari lembaga pendidikan yang
ada di masisir untuk meng-istitsmar regenerasi yang unggul dari para
mahasiswa baru yang masih seperti rumput hijau yang butuh disemai.
Kumpul
itu berlangsung santai dengan memberikan kesempatan setiap pengajar menyampaikan
kesan-kesan selama mengajar, kendala yang didapatkan, masukan kepada
penyelenggara dan evaluasi untuk perbaikan ke depan. Para pengajar berbagi
cerita dengan antusias dan seru.
Selain
Afri Mu’adzzhom yang sukses menyelesaikan daurah ini pada 2 Oktober 2019 dengan
mengkhatamkan Tuhfah Saniyyah dalam 14 pertemuan (karena memadatkan pertemuan menjadi
tiga kali perminggu), rata-rata kelompok lain berjalan sesuai target yaitu sampai
pada pertemuan ke-8 dengan pembahasan yang sudah sampai pertengahan kitab,
sehingga diperkirakan akan selesai tepat waktu sesuai target pada akhir Oktober.
Selain
menyampaikan apresiasi atas penyediaan daurah ini sebagai wadah pembinaan anak
baru dengan ilmu yang sangat untuk dikuasai, para pengajar dengan antusias
melaporkan ada beberapa peserta berbakat yang bisa diberikan perhatian lebih
oleh PPMI untuk dipoles kemampuannya untuk diproyeksikan menjadi pengajar di
masa mendatang.
Selain
itu, para pengajar menceritakan pahit manis, soal kendala waktu peserta yang
berbenturan dengan kegiatan-kegiatan lain dan meminta solusinya. Para pengajar
juga saling berbagai metode yang paling efektif menurut mereka yang diterapkan
dalam proses belajar mengajar.
Misalnya
Ahmad Ghazali sangat menekankan aspek praktek dengan selalu mengalokasikan
sebagian waktu untuk meminta setia peserta untuk membaca kitab gundul yang dia
bawa, “Terkadang peserta ketika ditanya tentang terori mereka bisa jawab, tetapi
ketika diminta membaca kitab mereka masih keliru pada penerapan teori yang
sudah mereka hafal pada tataran praktek.”
Begitupun
para pengajar banat yang bercerita membangun keakraban khusus dengan para
adik-adik yang dibimbingnya. Misalnya Asya Nabila yang sedari sekarang diminta
oleh para muridnya untuk membimbingnya sampai ilmu Sharaf nanti.
Hamidah
berbagi tips agar peserta tidak suntuk: “Saya sering selingi dengan hiburan
seperti cerita-cerita lucu yang saya dengarkan dari Syekh Husam Ramadhan.”
“Kitab
Tuhfah ini kitab yang sudah sangat biasa diajarkan. Tetapi masalahnya bukan di situ.
Bagaimana kita menyajikannya dengan lebih kreatif, bukan sekedar penyampaian
normatif.”
0 Comments